( Makanan Terhidang )
Dari Anas ra bahwa Rasulullah saw bersabda, "Apabila hidangan makan
malam telah disiapkan, maka mulailah menyantap makanan itu sebelum anda
salat Maghrib" (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis tersebut menurut
Jumhur Ulama' menunjukkan sunnahnya mendahulukan makan malam atas
salat. Karena, hal itu akan bisa mengarahkan seseorang berkonsentrasi
dalam salatnya. Bahkan, menurut ulama yang lain, agar sanubari hati itu
tidak tergoda dengan makanan yang sudah tersediakan tersebut.
( Menoleh )
Dari Aisyah ra berkata, "saya bertanya kepada Rasulullah saw tentang
menoleh dalam salat?" Kemudian Rasul saw menjawab: "Menoleh itu adalah
suatu keteledoran seseorang akibat ulah syetan dalam salat seorang
hamba" (HR. Al-Bukhari)
Menurut riwayat at-Tirmidzi dan
menshahihkannya: "Janganlah anda menoleh dalam salat, karena itu adalah
kebinasaan (dalam agama). Apabila anda harus melakukannya, maka
lakukanlah dalam salat sunnah".
Seseorang yang sedang melakukan
salat, dimakruhkan menoleh ke kanan dan ke kiri. Karena pada dasarnya,
dia sedang menghadap Tuhannya. Sementara itu, syetan selalu mengintip
dan mencari-cari kelengahan orang itu. Jika seseorang dalam salatnya
menoleh ke kiri dan ke kanan, berarti dia telah masuk perangkap syetan.
Menurut Jumhur Ulama', menoleh itu dimakruhkan, karena bisa mengurangi
khusyu' salat. Namun, apabila menolehnya itu sampai memalingkan dadanya
atau seluruh lehernya dari kiblat, maka hal itu bukan lagi makruh,
melainkan bisa membatalkan salat. Hal ini berdasarkan pada hadis Abu
Dzar, "Allah SWT selalu menghadap kepada seorang hamba dalam salatnya,
selama dia tidak menoleh, apabila dia memalingkan wajahnya, maka Allah
pun 'pergi' ." (HR. Abu Dawud dan an-Nasa'i)
Shalat khusyu’ sangat mempengaruhi besar kecilnya balasan bagi orang yang shalat. Sebagaimana sabda Rasulullah :
إِنَّ الْعَبْدَ لَيَنْصَرِفُ مِنْ صَلاَتِهِ وَلَمْ يُكْتَبْ لَهُ
مِنْهَا إِلاَّ نِصْفُهَا إِلاَّ ثُلُثُهَا إِلاَّ رُبُعُهَا إِلاَّ
خُمُسُهَا إِلاَّ سُدُسُهَا إِلاَّ سُبُعُهَا إِلاَّ ثُمُنُها إِلاَّ
تُسُعُهَا إِلاَّ عُشُرُهَا
“Sesungguhnya bila seorang hamba
telah selesai dari shalatnya, maka tidak ditetapkan balasan dari
shalatnya kecuali ada yang mendapat setengahnya, ada yang mendapat
sepertiganya, ada yang mendapat seperempatnya, ada yang mendapat
seperlimanya, ada yang mendapat seperenamnya, ada yang mendapat
sepertujuhnya, ada yang mendapat seperdelepannya, ada yang mendapat
sepersembilannya, dan ada yang mendapat sepersepuluhnya.” (H.R Ashhabus
Sunan)
( Shalat Khusyu penghapus dosa )
Dari sahabat Utsman bin Affan berkata: “Aku mendengar Rasulullah bersabda:
مَاامْرِىءٍ مِنْ مُسْلِمٍٍٍ تَحْضُرُهُ صَلاَةٌ مَكْتُوْبَةٌ فَيُحْسِنُ
وُضُوءَهَ وَخُشُوْعَهَا وَرُكُوْعَهَا إِلاَّ كَانَتْ كَفَّارَةً لِمَا
قَبلَهَا مِنَ الذُّنُوْبِ مَالَمْ يُؤْتِي كَبِيْرَةً
“Tidaklah
seorang muslim, bila telah datang waktu shalat wajib lalu membaikkan
wudhu’nya, khusyu’nya, dan ruku’nya, melainkan itu sebagai penghabus
dosa-dosa sebelumnya selama tidak melakukan dosa besar.” (H.R Muslim no.
228)
Ada beberapa hal yang memudahkan untuk menghadirkan kekhusyu’an. Diantaranya;
a. Mengingat mati.
Rasulullah bersabda:
اُذْكُرِ الْمَوْتَ فِي صِلاَتِكَ ، فَإِنَّ الرَّجُلَ إِذَا ذَكَرَ الْمَوْتَ فِي صَلاَتِهِ لَحَرِيٌّ أَنْ يُحْسِنَ صَلاَتَهُ
“Ingatlah mati dalam shalatmu, karena bila seseorang mengingat mati
dalam shalatnya, maka ia akan berupaya untuk memperbaiki shalatnya.”
(Ash Shahihah no. 1421)
Dalam riwayat lainnya; Rasulullah berkata kepada Ayub Al Anshari:
إِذَا قُمْتَ فِي صَلاَتِكَ فَصَلِّ صَلاَةَ مُوَدِّعٍ
“Jika kamu hendak shalat, maka shalatlah seperti shalatnya orang yang
hendak berpisah (meninggalkan dunia).” (H.R. Ahmad, lihat Shahihul Jami’
no.742)
b. Mendatangi Shalat Dengan Sakinah (Tidak Terburu-Buru).
Rasulullah bersabda:
إِذَا أُقِيْمَتِ الصَّلاَةُ فَلاَ تَأْتُوْهَا تَسْعَوْنَ وَأْتُوْهَا
تَمْشُوْنَ وَعَلَيْكُمْ بِالسَّكِيْنَةِ فَمَاأَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا
وَمَافَتَاكُمْ فَأَتِمُّوا
“Bila telah ditegakkan shalat, maka
jangan mendatanginya dengan lari (terburu-buru), namun berjalanlah
dengan sakinah (tenang). Apa yang kalian dapati dari shalat (jama’ah)
maka shalatlah dan apa yang tertinggal maka sempurnakanlah.” (H.R.
Muslim no. 602)
c. Mengerjakan Shalat dengan Thuma’ninah.
Rasulullah bersabda:
أَسْوَأُ النَّاسِ سِرْقَةً الَّذِي يَسْرِقُ مِنْ صَلاَتِهِ ، قَالَ يَا
رَسُوْلَ اللهِ : كَيْفَ يَسْرِقُ صَلاَتَهُ ، قَالَ : لاَ يُتِمُّ
رُكُوْعَهَا وَلاَ سُجُوْدَهَا
“Sejelek-jelek manusia adalah
pencuri, yang mencuri shalatnya. (Ada seseorang yang berkata): ‘Wahai
Rasulullah: ‘Bagaimana ia mencuri shalatnya? Rasulullah bersabda: “Yaitu
orang yang tidak menyempurnakan ruku’ dan sujudnya.” (Shahihul Jami’
no. 997)
d. Mengarahkan Pandangannya Ke Tempat Sujud dan Jangan Menoleh.
Aisyah berkata:
كَانَ إِذَا صَلَّى طَأْطَأَ رَأْسَهُ وَرَمَى بِبَصَرِهِ نَحْوَ الأَرْضِ
Apabila Rasulullah shalat, maka beliau, menundukkan pandangannya ke
tanah (tempat sujud).” (Lihat Shifat Shalatin Nabi hal. 89)
Rasulullah bersabda:
فَإِذَا صَلَّيْتُمْ فَلاَتَلْتَفِتُوا فَإِنَّ اللهَ يَنْصِبُ وَجْهَهُ لِوَجْهِ عَبْدِهِ مَالَمْ يَلْتَفِتْ
“Jika kalian shalat maka janganlah kalian menoleh, karena sesungguhnya
Allah menghadapkan wajah-Nya ke wajah hambanya dalam shalatnya selagi ia
tidak menoleh.” (H.R. At Tirmidzi dan lainnya)
d. Menghayati Bacaan Al Qur’an, do’a-do’a dan dzikir- dzikir.
Sahabat Hudzaifah berkata:
إِذَا مَرَّ بِآيَةٍ فِيْهَا تَسْبِيْحٌ سَبَّحَ وَ إِذَا مَرَّ بِسُؤَالٍ سَأَلَ وَ إِذَا مَرَّ بِتَعَوُّذٍ تَعَوَّذَ
“Bila Rasulullah melewati ayat yang berkenaan dengan tasbih, maka
beliaupun bertasbih. Dan bila melewati ayat yang berhubungan dengan
kenikmatan (rahmat), maka beliau pun memohonnya. Serta bila melewati
ayat yang berhubungan dengan adzab, maka beliau berlindung
darinya.”(H.R. Muslim no. 772)
diantara sebab yang dapat
membantu untuk dapat menghayati bacaan-bacaan shalat diantaranya;
membaca al qur’an dengan tartil. Allah berfirman (artinya): “Dan Bacalah
Al Qur’an dengan tartil.” (Al Muzammil: 4)
Demikian pula dengan suara yang indah. Karena Rasulullah bersabda:
زَيِّنُوا الْقُرآنَ بِأَصْوَاتِكُم فَإِنَّ الصَّوْتَ الْحَسَنَ يَزِيْدُ الْقُرْآنَ حَسَنًا
“Perindahlah Al Qur’an dengan keindahan suara kalian. Karena suara yang
indah dapat menambah keindahan Al Qur’an.”(H.R. Al Hakim, lihat
Shahihul Jami’ no. 3581)